Selamat Datang Sahabat

Ubai Dresani

Sabtu, 15 Oktober 2011

Sebuah Epilog hidup part 2

Sampai juga aku di Djogjakarta, kota tempat aku mengadu dana mencari ilmu, entah itu ilmu apa tujuanku hanya satu, aku ingin bermanfaat untuk orang lain saat ini atau yang akan datang.
dengan berbekal uang saku seadanya tak ada masalah buatku. toh masih ada orang yang kurang begitu seberuntung aku yang bisa kuliah. bisa sekolah sampai mempunyai prestis menjadi mahasiswa. oh betapa indahnya suatu saat nanti.
        Aku yakin suatu saat nanti mentari akan bersinar. bersinar dari diriku yang akan mengubah keadaan diriku sekarang. diliputi oleh kemiskinan yang tak kunjung selasai. aku yakin tuhan itu punya rencana lain. dulu aku tak punya tujuan kuliah di UGM ini. boro-boro kuliah. sekolah SMA pun seolah-olah aku tak sanggup. tapi aku yakin. yakin se yakinku bahwa hari esok akan lebih baik dari hari ini yang akan aku tetapkan hari ini.

Senin, 08 Agustus 2011

Sebuah Epilog hidup

(sebuah fiksi)

imagine
Tak seperti biasanya, pagi ini begitu kering atau karena bulan agustus yang dalam
ilmu iklim disebut sebagai bulan kemarau. Aku rasa bukan karena itu, bukan musim kemarau
bukan pula karana bulan agustus. yang kering adalah hatiku. Iya ini rasa psikologis seorang anak
yang tangah menginjak dewasa. Ha...? dewasa.... pahit sekali aku menyebut dewasa. Dewasa memang pilihan
dan tua itu pasti. masih selalu menyusahkan orang tua dibilang dewasa....????
dewasa karena faktor usia?? aku rasa bukan

masih terasa kering, seolah semakin kering, lebih karing bahkan dari gurun sahara. hmmm.... apakah benar?
lebih kering dari gurun sahara? mudah-mudahan tidak. Aku juga belum tahu seberapa keringnya gurun sahara sana
tapi yang jelas masih terasa kering disini.
Pagi tadi, ah.... haruskah aku bercerita???
baiklah.
"Pak tandure wes koyo ngopo?"( pak tanaman padinya seperti apa?"). kata ibu denga logat jawa
" ya alhamdulillah.... wes mulai kuning, tapi perlu di jogo seko manuk emprit ben ono turahe"
(alhamdulillah.... udah mulai kuning, tapi perlu di jaga dari burung pipit agara ada sisanya). jawab bapak
" mugo-mugo bisa panen pak...."
"amin..."

miris memang, disini meraka berdua yang menjadi pahlawan bagiku. ibuku yang kakinya masih
sakit gara-gara terkilir kemaren masih tetap pergi ke pasar berdagang, kaki yang masih bengkak itu,
masih tetap nekat berlarian mengajar barang yang akan di jual kembali. serasa ingin nangis
tapi apakah cukup kalau hanya menangis, apakah akan selesai masalah hanya dengan menangis,
mau marah? mau menyalahkan tuhan dengan ketidakadilan ini?
heiii... astaghfirrullah..... ampuni hambamu ya Allah.
Bapak, sekarang belau sudah beda dari yang dulu. kerutan wajahnya sudah mulai tampak jelas
rambut di kepalanya didominasi warna putih. hmmm beliau masih tampak tegar dengan kondisi seperti ini
dibalik itu semua banyak rahasia yang belum Ia ceritakan.. ah masih tetap sama sifat tenangnya.
yang aku suka adalah masih sering bercerita mengenai pokok-pokok agama
walaupun aku sudah berulang kali mendengar cerita yang sama setiap aku pulang, bahkan sebelum kuliah dulu.

"zan...  kapan kamu lulus.....????? serasa tersambar petir disiang bolong...
"ehmmm pangestue mawaon cepet (doanya saja semoga cepat)
"mae wes ra kuwat dris..... mae wes tuwo" ( ibu udah gak kuwat dris... ibu udah tua)

ada gerimis disini, jauh dilubuk hati...
"pae ya wes tuwo ndang di rampungke kuliahe.... terus adimu kuliahke..."
(bapak juga udah tua cepat di selesaikan kuliahmu... terus kuliahke adimu.."

serasa ada badai, bukan gerimis lagi. mau banjir kah???
menangis tak menyelasiakan masalah, marah untuk apa????

"inggih bu, pak... minta doanya mudah-mudah cepet lulus dan cepat bisa membantu.....
besok saya berangkat....
"hmmm kok besok, ibu belum punya uang saku...." kata ibu dengan menangis
" aku udah punya bu... ya lumayan lah.... doanya saja....

(to be continued)